Kamis, 14 April 2011

Be Your Self

Oleh Ummu Reza


Tidak ada satupun dari kita yang mengetahui jalan hidup yang akan terjadi kepada kita. Jika Alloh menghendaki kita baik, mendekatkan diri kita pada hidayah, itu adalah suatu karunia yang tak ternilai harganya..."Hidayah itu mahal ya ikhwah fillah"...Maka semaksimal mungkin kita menjaganya, menggegamnya erat walau terasa seperti menggenggam bara api.

Hijrahnya seseorang dari suatu yang kurang baik kepada yang lebih baik tentunya membutuhkan proses, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Begitu juga dalam merubah suatu kebiasaan dalam pergaulan, yang semula "gaul" untuk berubah menjadi pendiam, minimal lebih menjadi pendiam, atau paling tidak sudah ada usaha di sana untuk merubahnya. Namun terkadang sebagian orang yang merasa dirinya sudah lebih baik, menilai seseorang hanya dari cover atau bahkan pakaiannya saja. Padahal tarbiyah kepada diri sendiri begitu sulit, merubahnya dalam sekejap adalah penilaian yang terlalu terburu-buru. Bisa jadi mudah mentarbiyah orang lain, tapi tidak mudah untuk diri sendiri, bahkan sulitnya mentarbiyah diri sendiri bisa jadi sampai ajal menjemput.

Bila seseorang sudah mengenal dan mulai belajar tentang ilmu agama yang haq ini, pastinya akan selalu ada keinginan dalam hatinya untuk menjadi lebih baik dari hari kemarin. Kemudian mengenalkan ilmu yang didapat kepada orang lain, namun terkadang pendekatan kepada mad'u yang berbeda-beda. Dan ini hanyalah perbedaan dalam metode da'wah. Jika kita yang sudah mengenal sunnah, berda'wah kepada orang awam, rasanya suatu yang mustahil jika kita langsung mengatakan "Ini loh hukumnya jika berduaan dengan yang bukan mahrom" atau "Haram hukumnya berbicara berduaan dengan yang bukan mahrom" atau "Ini ngga boleh, itu nggak boleh, Haram..." Jika kita to the point mengatakan itu kepada mad'u yang masih awam, tentunya mad'u akan mengira kita "Extreem", "Islam garis keras". Lalu bagaimana dengan seseorang yang sudah belajar dan mengenal sunnah, kemudian berkecimpung dalam dunia pendidikan formal setingkat universitas, di mana dalam universitas itu tidak semua mahasiswanya mengerti tentang hukum-hukum ikhtilat, sedangkan di posisi lain ada pula ikhwah yang telah mengerti hukum-hukum itu?

Saya sendiri sebagai ummahat dan juga akhwat yang alhamdulillah telah diberikan hidayah Alloh untuk menutup aurat hingga hanya mata saja yang terlihat, terkadang agak sulit membuang kebiasaan lama. Saya berpendapat jika dalam suatu lingkungan pendidikan rasanya wajar bila berbicara seperlunya dengan lawan jenis. Apalagi dalam menerima suatu ilmu, bagaimana jika kita diam saja, namun ternyata ada kesalahan yang diucapkan seorang dosen atau ustadz? Akankah kita diam, karena menganggap suara wanita itu aurat? Lalu apa tujuan kita menuntut ilmu kalau hanya diam saja, tunduk patuh dengan apa yang disampaikan seorang dosen atau ustadz, sekalipun itu salah? Bukankah tujuan kita menuntut ilmu untuk mencari kebenaran, mencari yang haq, dan bukan mencari pembenaran. Dalam bermu'amalah  dengan lawan jenis sekampus rasanya wajar jika kita berbicara seperlunya. Kalaupun ada seorang akhwat atau ikhwan yang berbicara extra atau di luar kebiasaan seorang akhwat yang anda nilai sempurna, semua kembalikan kepada kepribadian masing-masing, mungkin latar belakangnya yang berbeda atau mungkin juga metode da'wahnya yang berbeda dengan kita. Ahsan jangan menilai diri orang lain menurut takaran dan pandangan kita. Bisa jadi dibalik semua itu saudara kita sedang berupaya mengenalkan ajaran yang haq ini kepada mad'unya, tanpa harus dinilai "Islam yang extreem", "Kaku", "Exclusive" dan entah berapa banyak lagi sebut-sebutan yang ditujukan untuk da'wah ini. Yuk...Mari...Sebelum kita menilai orang lain, kita nilai dulu diri kita. "Sudahkah diri kita mengamalkan ilmu yang kita peroleh dalam kehidupan kita? Rasanya rugi bila waktu kita dihabiskan hanya untuk menilai kesalahan orang lain.

Wallohu Ta'ala A'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...